Senin, 05 Januari 2009

Perempuan Perempuan Pabrik

Pukul O5.30 WITA mereka lahir

Meneguk air wajah kota

Tiada kuduga mereka bertahan

Diguyur hujan semalam



PSA, 5 Januari 2008

Antropomarfis

kulukis wajah tuhan
di atas kertas ukuran duapuluh kali duapuluh
usai sketsa muka kututup
batu karang pantai Sager

kwas pewarna melumur
rona kuning
mataku pucat

tuhan hadir
meminta kucing ku
telah tiada mustahil kembali

PSA, 30-12-2008

Saat Malam Tiba

Nuraniku melepas dahaga.
Tatkala sepatu kuda instan
:menyerbu buih gelombang malam.
Ia duduk di beranda
bercengkrama dengan laut.

Tiga waktu kulampaui
saat matahari menerjang gunung dan laut. Aku bisu
tiada lagi pagi
menyirami taman bunga itu.

Putu Sugih Arta
Mataram, 10 Desember 2008

Wayang Itu Lahir Dari Rahim Ibuku

: buat Ibed Surgana Yuga


Adinda, sewaktu engkau lontarkan
katakata sia-sia kau lukis wayang di tubuhmu

Kujawab :
justru bayangan itu ada di nadiku
mendenyut setiap tarikan napasku

Adinda, wayang dilahirkan dari huruf dan kembali pada kata
membuat sungai yang mengalir dari gunung ke laut
dari laut ke gunung
menguliti tujuh ikatan dalam tubuhku

Adinda, sewaktu pertamakali kuhirup nafas bumi
bundaku berpesan
: jangan lupakan bayangan dirimu
yang mengaca pada kolam
dan teriakan ratusan jangkrik hutan
memburu sia-sia selembar daun lontar tentang kehidupan
sepasang jalak putih mengukur kematian

Adinda, hari kemarin empat tahun lalu. Kubaca wajahmu
di lembar buku warna hijau
kita perlu berpanjang kata

hari esok kutunggu dirimu
di beranda rumahku

( bundaku melahirkan wayang
setelah 18 bulan mengandung di rahimnya. )


Putu Sugih Arta
Mataram, 10 Desember 2008

Senin, 29 Desember 2008

Air Mata Rinjani, Rinjani Air Mata

Seeparuh usiaku mendaki tiada
Sepeluk rindu menghujat makna rasa
Bulir-bulir pilu kepul asapi dirimu
Yang berlalu pada tarikan nafas pertama
Aku masih di sini

Kendi tanah liat suguhan sebelum dahar
Menyentuh libidoku untuk menari
Pada sketsasketsa yang terhampar beku
Tentang rumput, bunga edelweis dan deru angin barat
kedua kali

Matahari sembunyi di balik kabut merah
Menanti hari akhir ditemani semangkuk mi instan
Kusapa dari jauh

Menyapa rembulan malam
Yang dikebiri luka dan doadoa
Memasung jiwa dalam puja sunyi
Puluhan kilometer dari seberang lautan
Mataku telanjang menumbuk puncak

Airmataku tiada kan berhenti
Semenjak senandung dongeng-dongeng memaknai hidup
Tiada arti.......